TEORI PEMBELAJARAN BEHAVIORISME DENGAN MODEL PEMBELAJARAN TCL (Teacher Centered Learning)

BAB I
TEORI PEMBELAJARAN BEHAVIORISME

    A. Batasan Masalah Dalam penyusunan makalah ini kami sebagai penulis membatasi permasalahan sebagai berikut:
    1. Bagaimana konsep dasar teori, prinsip, dan pandangan teori behavorisme?
    2. Bagaimana sikap dan peran guru dalam proses pembelajaran dengan teori behaviorisme?
    3. Bagaimana aplikasi teori behaviorisme pada proses pembelajaran?

    B. Tujuan Masalah
    Dari rumusan masalah yang ada tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
    1. Untuk mengetahui konsep dasar teori, prinsip, dan pandangan behaviorisme;
    2. Untuk mengetahui sikap dan peran guru dalam proses pembelajaran dengan teori behaviorisme; .
    3. Untuk mengetahui aplikasi teori behaviorisme pada proses pembelajaran.

    C. Teori Belajar Behaviorisme
    Teori behavioristik mengatakan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia telah mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Pandangan behavioristik mengakui pentingnya masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respons. Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus dan respons dianggap tidak penting diperhatikan sebab tidak bisa diamati dan diukur. Yang bisa diamati dan diukur hanyalah stimulus dan respons.
    Penguatan (reinforcement) adalah faktor penting dalam belajar. Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respons. Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respons akan semakin kuat. Demikian juga jika penguatan dikurangi (negative reinforcement) maka respons juga akan menguat. Tokoh-tokoh penting teori behavioristik antara lain Thorndike, Watson, Skiner, Hull dan Guthrie.
    Aplikasi teori ini dalam pembelajaran, bahwa kegiatan belajar ditekankan sebagai aktifitas “mimetic” yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari. Penyajian materi pelajaran mengikuti urutan dari bagian-bagian ke keseluruhan. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil, dan evaluasi menuntut satu jawaban benar. Jawaban yang benar menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya.

    D. Macam Teori-Teori Belajar Behaviorisme
    1. Teori Koneksionisme (Edward Lee Thorndike)
    Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon yaitu interaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Dari defenisi ini maka menurut Thorndike perubahan tingkah laku akibat dari kegiatan belajar itu dapat berwujud kongkrit yaitu yang dapat diamati, atau tidak kongkrit yaitu yang tidak dapat diamati.
    2. Teori Classic Conditioning (Ivan Petrovich Pavlov)
    Eksperimen Pavlov setelah pengkondisian atau pembiasaan dapat diketahui bahwa daging sebagai makanan anjing yang menjadi stimulus alami dapat digantikan oleh bunyi lonceng sebagai stimulus yang dikondisikan. Ketika lonceng dibunyikan ternyata air liur anjing keluar sebagai respon yang dikondisikan. Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa dengan menerapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.
    3. Teori Kontiguitas Conditioning (Edwin R Guthrie)
    Dijelaskan bahwa hubungan antara stimulus dan respon cenderung hanya bersifat sementara, oleh sebab itu dalam kegiatan belajar perserta didik perlu sesering mungkin diberikan stimulus agar hubungan antara stimulus dan respon bersifat tetap. Ia juga mengemukakan, agar respon yang muncul sifatnya lebih kuat dan bahkan menetap, maka diperlukan berbagai macam stimulus yang berhubungan dengan respon tersebut. Dalam teori ini Guthrie mengasosiasikan rangsangan dan respon secara tepat, sehingga untuk penerapan teori ini dalam proses belajar mengajar dikelas adalah : Guru harus mengarahkan performa siswa, membaca atau mencatat sebagai perangsang siswa untuk menghafal, Dalam hal ini Guru dalam mengelola kelas dianjurkan tidak memerintahkan secara langsung, akan tetapi memberikan stimulus yang berakibat munculnya prilaku sebagai respon dari siswa
    4. Teori Operant Conditioning (Burrhus Frederic Skinner)
    Menurut Skinner, hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku. Teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Model pembelajaran seperti Teaching Machine, pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respon serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program-program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang kemampaun yang membuthkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti: kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan sebagainya, contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer, berenang, olahraga dan sebagainya. Teori ini dikemukakan oleh Skinner.

    E. Prinsip-Prinsip Dalam Pendekatan Behaviorisme
    Adapun beberapa prinsip dalam pendekatan behaviorisme, yakni sebagai berikut:
    1. Memodifikasi tingkah laku melalui pemberian penguatan;
    Agar klien terdorong untuk merubah tingkah lakunya penguatan tersebut hendaknya mempunyai daya yang cukup kuat dan dilaksanakan secara sistematis dan nyata-nyata ditampilkan melalui tingkah laku klien.
    2. Mengurangi frekuensi berlangsungnya tingkah laku yang tidak diinginkan;
    3. Memberikan penguatan terhadap suatu respon yang akan mengakibatkan terham-batnya kemunculan tingkah laku yang tidak diinginkan;
    4. Mengkondisikan pengubahan tingkah laku melalui pemberian contoh atau model (film, tape recorder, atau contoh nyata langsung);
    5. Merencanakan prosedur pemberian penguatan terhadap tingkah laku yang diinginkan dengan sistem kontrak.

    F. Pengaruh Teori Behaviorisme dalam Pembelajaran
    Pengaruh teori ini dalam pembelajaran, bahwa kegiatan belajar ditekankan sebagai aktivitas yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari. Penyajian materi pelajaran mengikuti urutan dari bagian-bagian ke keseluruhan. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil, dan evaluasi menuntut satu jawaban benar. Jawaban yang benar menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan teori behavioristik adalah ciri-ciri kuat yang mendasarinya yaitu:
    1. Mementingkan pengaruh lingkungan;
    2. Mementingkan bagian-bagian;
    3. Mementingkan peranan reaksi;
    4. Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus respon;
    5. Mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk sebelumnya;
    6. Mementingkan pembentukan kebiasaan melalui latihan dan pengulangan;
    7. Hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang diinginkan.

    G. Analisis Tentang Teori Behaviorisme
    Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk merangsang pebelajar dalam berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki, dari yang sederhana sampai yang komplek (Paul, 1997).
    Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skinner.
    Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan respon. Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi pebelajar, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.
    Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan pebelajar untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa pebelajar menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang memengaruhi proses belajar, proses belajar tidak sekedar pembentukan atau shaping. Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif (negative reinforcement) cenderung membatasi pebelajar untuk berpikir dan berimajinasi.
    Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie, yaitu:
    1. Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara;
    2. Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama;
    3. Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya.
    Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang pebelajar perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika pebelajar tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu tidak mengenakkan pebelajar (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong pebelajar untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut penguatan negatif. Lawan dari penguatan negatif adalah penguatan positif (positive reinforcement). Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon. Namun bedanya adalah penguat positif menambah, sedangkan penguat negatif adalah mengurangi agar memperkuat respons.

    H. Aplikasi Teori Behavioristik Terhadap Pembelajaran Siswa
    Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar. Sebagai konsekuensi teori ini, para guru yang menggunakan paradigma behaviorisme akan menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap, sehingga tujuan pembelajaran yang harus dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak banyak memberi ceramah, tetapi instruksi singkat yang diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara hierarki dari yang sederhana samapi pada yang kompleks.
    Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu ketrampilan tertentu. Pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati. Kesalahan harus segera diperbaiki. Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori behavioristik ini adalah terbentuknya suatu perilaku yang diinginkan. Perilaku yang diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negatif. Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang tampak.
    Kritik terhadap behavioristik adalah pembelajaran siswa yang berpusat pada guru, bersifaat mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur. Kritik ini sangat tidak berdasar karena penggunaan teori behavioristik mempunyai persyaratan tertentu sesuai dengan ciri yang dimunculkannya. Tidak setiap mata pelajaran bisa memakai metode ini, sehingga kejelian dan kepekaan guru pada situasi dan kondisi belajar sangat penting untuk menerapkan kondisi behavioristik. Metode behavioristik ini sangat cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
    Penerapan teori behaviroristik yang salah dalam suatu situasi pembelajaran juga mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai central, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid. Murid dipandang pasif , perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru. Murid hanya mendengarkan denga tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif. Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh behavioristik justru dianggap metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa.

    I. Aspek Evaluasi
    Tes objektif sebagai teknik atau alat penilaian yang digunakan untuk mengukur hasil belajar mastery learning dan mastery testing, merupakan bukti nyata dari pengaruh pemikiran behavioristik. Dalam perkembangannya hingga sekarang tes standar (standardized testing) dikembangkan dari tes objektif yang behavioristik itu, bukan hanya di sekolah dan lembaga pendidikan melainkan telah menjadi bagian dari industri pendidikan. Gagasan KBK (Competency-Based Curriculum, Competency-Based Learning) tak lain juga merupakan kebijakan yang dipengaruhi (disadari atau tak disadari) oleh pemikiran behavioritik.

    J. Kelemahan dan Kelebihan Teori Belajar Behaviorisme
    Teori behavioristik sering kali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan atau belajar yang tidak dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan alasan-alasan yang mengacaukan hubungan antara stimulus dan respon ini dan tidak dapat menjawab hal-hal yang menyebabkan terjadinya penyimpangan antara stimulus yang diberikan dengan responnya. Namun kelebihan dari teori ini cenderung mengarahkan siswa untuk berpikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shapping yaitu membawa siswa menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik untuk tidak bebas berkreasi dan berimajinasi.

    BAB II
    MODEL PEMBELAJARAN TEACHER CENTERED LEARNING (TCL)

    Sistem pembelajaran pada hampir semua program studi perguruan tinggi di Indonesia masih bersifat satu arah, yaitu pemberian materi oleh dosen. Sistem pembelajaran tersebut dikenal dengan model Teacher Centered Learning (TCL), yang ternyata membuat mahasiswa pasif karena hanya mendengarkan kuliah sehingga kreativitas mereka kurang terpupuk atau bahkan cenderung tidak kreatif. Pada sistem pembelajaran model TCL, dosen lebih banyak melakukan kegiatan belajar-mengajar dengan bentuk ceramah (lecturing). Pada saat mengikuti kuliah atau mendengarkan ceramah, mahasiswa sebatas memahami sambil membuat catatan, bagi yang merasa memerlukannya.
    Dosen menjadi pusat peran dalam pencapaian hasil pembelajaran dan seakan-akan menjadi satu-satunya sumber ilmu. Model ini berarti memberikan informasi satu arah karena yang ingin dicapai adalah bagaimana dosen bisa mengajar dengan baik sehingga yang ada hanyalah transfer pengetahuan. Perbaikan untuk model pembelajaran TCL telah banyak dilakukan, antara lain mengkombinasikan lecturing dengan tanya jawab dan pemberian tugas. Walaupun sudah ada perbaikan, tetapi hasil yang dihasilkan masih dianggap belum optimal. Pola pembelajaran dosen aktif dengan mahasiswa pasif ini mempunyai efektivitas pembelajaran rendah. Hal tersebut setidaknya tampak pada 2 hal. Pertama, dosen sering hanya mengejar target waktu untuk menghabiskan materi pembelajaran. Kedua, pada saat-saat mendekati ujian, di mana aktivitas mahasiswa “berburu” catatan maupun literatur kuliah, serta aktivitas belajar mereka mengalami kenaikan yang sangat signifikan, namun turun kembali secara signifikan pula setelah ujian selesai.
    Implikasi lain dari sistem pembelajaran TCL adalah dosen kurang mengembangkan bahan kuliah dan cenderung seadanya (monoton), terutama jika mahasiswanya cenderung pasif dan hanya sebagai penerima transfer ilmu. Dosen mulai tampak tergerak untuk mengembangkan bahan kuliah dengan banyak membaca jurnal atau download artikel hasil-hasil penelitian terbaru dari internet, jika mahasiswanya mempunyai kreativitas tinggi, banyak bertanya, atau sering mengajak diskusi. Namun, karena sistem pembelajaran TCL pada akhirnya “lebih mengkondisikan” mahasiswa pasif dan hanya sebagai penerima transfer saja, maka dosen pun menjadi kurang termotivasi untuk mengembangkan bahan kuliahnya.
    TCL merupakan suatu sistem pembelajaran dimana mahasiswa hanya mendapatkan materi dari satu sumber saja yaitu dosen. Di sistem ini selain mahasiswa cenderung pasif karena cenderung hanya mendengar kuliah saja, dosen juga kurang mengembangkan bahan kuliah dan cenderung seadanya, monoton.
    Kelebihan:
    1. Informasi dapat diberikan kepada sejumlah mahasiswa dalam waktu yang singkat;
    2. Pengajar mengendalikan organisasi, materi, dan waktu sepenuhnya;
    3. Menyediakan forum bagi pakar untuk menguatarakan pengalamannya;
    4. Apabila kuliah diberikan dengan baik maka dapat menimbulkan inspirasi dan stimulasi bagi para mahasiswa;
    5. Pada umumnya memungkinkan untuk menggunakan metode assessment secara cepat dan mudah.
    Kekurangan:
    1. Pengajar mengendalikan pengetahuan sepenuhnya;
    2. Terjadi komunikasi satu arah;
    3. Tidak kondusif untuk terjadinya critical thinking;
    4. Mendorong terjadinya pembelajaran secara pasif;
    5. Untuk sebagian besar mahasiswa bukan merupakan cara pembelajaran yang optimal.
    Tujuan:
    Agar materi yang disampaikan kepada mahasiswa dapat diberikan dalam waktu yang singkat.

    BAB III
    RPP

    RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

    Satuan Pendidikan : PRODI DIII KEBIDANAN
    Mata Pelajaran : Dokumentasi Kebidanan
    Kelas/Semester : III
    Pertemuan : 1
    Alokasi Waktu : 2 x 50 menit
    Standar Kompetensi : Mahasiswa mampu melaksanakan pendokumentasian asuhan kebidanan
    Kompetensi dasar : Mahasiswa mampu memahami konsep dokumentasi kebidanan
    Indikator :
    1. Mahasiswa dapat menjelaskan secara lisan pengertian doumentasi kebidanan dengan benar;
    2. Mahasiswa dapat menjelaskan secara lisan fungsi dokumentasi kebidanan dengan benar;
    3. Mahasiswa dapat menjelaskan secara lisan prinsip-prinsip dokumentasi kebidanan dengan benar;
    4. Mahasiswa dapat menjelaskan secara lisan aspek legal dokumentasi kebidanan dengan benar.
    A. Materi Pembelajaran
    1. Pengertian dokumentasi
    2. Fungsi dokumentasi
    3. Syarat dan prinsip dokumentasi kebidanan
    4. Aspek legal dalam dokumentasi kebidanan

    B. Metode Pembelajaran
    Ceramah
    Tanya Jawab

    C. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran
    Kegiatan Kegiatan belajar mengajar Waktu
    Kegiatan Dosen Kegiatan mahasiswa
    Membuka pelajaran a. Mengucapkan salam
    b. Menjelaskan tujuan
    c. Apersepsi pembelajaran a. Menjawab salam
    b. Memperhatikan
    c. Memperhatikan dan menjawab pertanyaan 5 menit
    Penyajian (Inti) a. Menjelaskan pengertian dokumentasi
    b. Menjelaskan fungsi dokumentasi
    c. Menjelaskan syarat dan prinsip dokumentasi kebidanan
    d. Menjelaskan aspel legal dalam dokumentasi kebidanan
    a. Memperhatikan dan klarifikasi
    b. Mengemukakan pendapat tentang dokumentasi, fungsi dokumentasi, syarat dan prinsip dokumentasi kebidanan, aspek legal dalam dokumentasi kebidanan
    c. Mengajukan pertanyaan mengenai dokumentasi, fungsi dokumentasi, syarat dan prinsip dokumentasi kebidanan, aspek legal dalam dokumentasi kebidanan
    75 menit
    Menutup pelajaran a. Mengajukan pertanyaan tentang dokumentasi, fungsi dokumentasi, syarat dan prinsip dokumentasi kebidanan, aspek legal dalam dokumentasi kebidanan Menyimpulkan hasil perkuliahan
    b. Menutup pertemuan dengan mengucapkan salam a. Menjawab pertanyaan

    b. Memperhatikan penjelasan
    c. Menjawab salam 20 menit

    D. Media
    Power Point tentang pengertian dokumentasi, fungsi dokumentasi, syarat dan prinsip dokumentasi kebidanan, aspek legal dalam dokumentasi kebidanan.

    E. Sumber Belajar
    Buku Utama
    Hidayat, AA. 2008. Dokumentasi Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika
    Buku Anjuran
    1. Departemen Kesehatan RI. 1991. Pedoman Penerapan Proses Keperawatan di Rumah Sakit. Buku 2. Jakarta: Direktorat RSU dan Pendidikan Dirjen Yanmed.
    2. Hidayat, A.A.A. 2002. Pengantar Dokumentasi Proses Keperawatan. Jakarta:EGC
    3. Iyer, P.W. dan N.H. Camp. 1999. Dokumentasi Keperawatan: Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta:EGC
    F. Penilaian
    Jenis tagihan : tes
    Bentuk instrument : lisan
    Contoh instrument : 1. Jelaskan kembali secara lisan pengertian dokumentasi
    2. Sebutkan kembali secara lisan 3 dari 11 fungsi dokumentasi
    3. Sebutkan kembali secara lisan 3 dari 16 prinsip dokumentasi kebidanan
    4. Sebutkan kembali secara lisan 3 dari 7 aspek legal dokumentasi kebidanan
    Kunci Jawaban :
    1. Dokumentasi merupakan pencatatan, pemerliharaan, dan proses komunikasi terhadap informasi yang berkaitan dengan pengelolaan pasien guna mempertahankan sejumlah fakta dari suatu kejadian dalam suatu waktu.
    2. Aspek administrasi, aspek medis, aspek hukum, aspek keuangan, aspek pendidikan, aspek penelitian, aspek dokumentasi, aspek jaminan mutu, aspek akreditasi, aspek statistik, aspek komunikasi
    3. – Dokumentasi secara lengkap tentang suatu masalah penting yang bersifat klinis.
    – Lakukan penandatanganan dalam setiap pencatatan data.
    – Tulislah dengan jelas dan rapi.
    – Gunakan ejaan dan kata baku serta tata bahasa media yang tepat dan umum
    – Gunakan alat tulis yang terlihat jelas, seperti tinta untuk menghindari terhapusnya catatan.
    4. a. Harus legal atau sah dan disahkan secara hukum.
    b. Kesalahan atau kerugian individu yang dapat diberikan ganti rugi menurut hukum biasanya berupa sejumlah uang.
    c. Kelalaian atau kegagalan dalam menjalankan perawatan dengan baik dan wajar yang telah melampaui batas standar asuhan kebidanan ditetapkan oleh hukum.
    d. Malpraktik, kelalaian profesi, atau kegagalan mematuhi standar asuhan kebidanan yang harus dijalankan secara profesional.
    e. Kewajiban, tuntutan hukum bagi seorang untuk mematuhi standar perawatan guna melindungi orang lain dari resiko gangguan nyata pada seseorang.
    f. Ganti rugi yang diminta melalui pengadilan oleh penderita karea kelalaian orang lain.
    g. Liabilitas keputusan hukum bahwa seseorang bertanggung jawab atas gugatan pada orang lain dan diwajibkan untuk membayar ganti rugi.

    DAFTAR PUSTAKA

    Feist, Jess & Gregory J. Feist. 2008. Theories of Personality. Yogyakarta: Pustaka pelajar.
    Siregar, Eveline. Nara, Hartini. 2007. Buku Ajar Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta. Universitas Negeri Jakarta
    Suryabrata, Sumadi. 1990. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali.
    Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Tentang dinikomalasari

Low Profile
Pos ini dipublikasikan di Makalah. Tandai permalink.

Tinggalkan komentar